equest72 Blog

Saturday, September 30, 2006

Mengembangkan 3G yang Kultural

Kita dan Kegiatan Kita

Salah satu kunci keberhasilan Starbucks, menurut pendapat saya adalah kemampuannya membangun kultur. Howard Schultz melihat bahwa Starbucks bisa menjadi Tempat Ketiga (Rumah, Kantor dan Starbucks) bagi publik. Dulu, saya sering ke Hard Rock Cafe dan sejenisnya. Sekarang, sudah enggak pernah lagi... mungkin karena faktor usia juga. Sudah agak risih dan tidak nyaman masuk ke diskotik, penuh asap dan musik hingar-bingar. Tapi, nongkrong di coffee house, terasa lebih nyaman, bisa ngobrol sama teman, atau sekedar merenung (saya malah pernah begadang di Starbucks hingga jam 1 pagi menyelesaikan pekerjaan kantor).

Sebagaimana digambarkan oleh Prof. W. Chan Kim, tentang Blue Ocean Strategy, ada tiga aktivitas besar manusia:

  1. Saat ke kantor (dalam perjalanan, tele commuting).
  2. Saat di kantor (melakukan pekerjaan).
  3. Saat tidak di kantor (saat tidak bekerja, leisuring).
Jadi, usulan dari Pak Kim adalah membuat layanan atau produk untuk mengisi di ketiga jenis kegiatan tersebut. Transportasi (dan aktivitas di dalamnya), aplikasi Office, dan hiburan. Sebagai contoh:

  • Selama dalam perjalanan ke kantor, bisa mendengarkan musik atau membaca berita pagi itu.
  • Di kantor, mengefisienkan pekerjaan dengan collaborative tools, seperti Lotus Notes dan tukar menukar data menggunakan instant messaging.
  • Dalam perjalanan pulang, mengisi waktu dengan main game.
Layanan 3G memiliki peluang untuk semua ini. Dengan teknologi spektrum tersebar dan bandwidth yang cukup, maka bisa didapat throughput yang dapat digunakan untuk keperluan seperti: membaca berita koran via PDA, bermain game dengan teman, sekedar chatting menggunakan instant messaging (mengingat bahwa SMS mahal) atau bahkan Wiki Wireless, dlsb. Saya berpendapat bahwa kunci keberhasilan implementasi 3G bukan pada teknologi, tetapi pada manusia (yang membayar jasa penggunaan). Oleh karena itu disebut kultur.


Membangun 3G yang Kultural

NTT Docomo menjadi operator 3G yang berhasil menggunakan teknologi yang tertutup (proprietary), walau pun dibangun di atas teknologi spektrum tersebar juga. Kemudian hal yang sama juga terjadi di SK Tel dengan layanan Nate untuk bisa meng-upload foto langsung ke web presence Cyworld, dimana seseorang bisa membangun citra diri dan dunianya sendiri. Cyworld bahkan menjual dottori, semacam obyek virtual seperti kulkas, sofa, televisi dan lain-lain sehingga orang yang terdaftar di dalam Cyworld bisa mengisi mendandani 'rumah virtual'-nya. Kita mengetahui bahwa huruf Jepang, Korea dan China yang bersifat khas, maka content yang menggunakan huruf-huruf ini sangat laku di negara asalnya (makanya saya tertarik untuk menjadi kontributor di Indo Wikipedia). Flickr (sebuah aplikasi berbasis Ajax dan sudah dibeli oleh Yahoo!) baru-baru ini bekerja sama dengan Nokia untuk memberikan layanan seperti Cyworld.

Saat ini, di beberapa negara sudah dirilis notebook yang dilengkapi langsung dengan kemampuan 3G. Dengan mengikat notebook dengan layanan 3G maka terbuka peluang untuk layanan Location-based Service (LBS). Sudah bisa dibayangkan, menggunakan maps.google.com, kita bisa mengetahui posisi kita saat ini, dan bila kita hendak menuju ke satu tempat, maka dari notebook tsb, kita bisa melihat suggested route.

Salah satu kegagalan implementasi 3G sebagaimana dijelaskan oleh Andrew Odlyzko, "Talk, Talk, Talk: So who needs streaming video on a phone? The killer app for 3G may turn out to - suprise- voice calls" (Forbes, 20 Agustus 2001):

But the story may have an accidentally happy ending. The unanticipatedkiller application of 3G is likely to be voice, the killer app of first-and second-generation systems. This will please both investors andthose eager to see effective competition to the local phone monopolies.

3G was sold by its promoters as a way to provide mobile Internet access.But the market has figured out that not only will streaming video not befeasible with 3G, it is doubtful whether it would bring in much revenueeven if it could be offered.

People don't want to be entertained by their cell phones. They want tobe connected. Note the success of simple text messaging and the failureof content-providing Wireless Access Protocol. The good news is that3G's higher bandwidth can be used to make room for more calls and maybemake those connections more reliable.


Salah satu alasan mengapa ada sedikit content pada tahun 2001 adalah karena computing power, storage dan dunia komunikasi belum segila sekarang... Bisa dibayangkan MySpace wireless, dimana pada saat ini ada lebih dari 100 juta friends yang mendaftar di MySpace (MySpace telah menghasilkan trafik melebihi Google). Begitu ada trafik, maka uang pun bisa mengalir (walau pun tidak selalu, but they'll figure it out soon). Dengan harga storage yang terus turun, MySpace dapat terus menawarkan layanan ini secara gratis. Dan jika Gmail menawarkan kapasitas hingga 1GByte, free email; Cyworld menawarkan unlimited storage untuk penggunanya.

Sony PSP dan iPod Video menghasilkan layar yang demikian cerlangnya sehingga sangat mungkin bahwa teknologi layar ini akan diekspor ke layar handphone. Kemampuan stereo dan kualitas earbud juga sudah sedemikian tingginya sehingga mendengarkan musik, menonton film (seperti dalam PSP) juga memberikan hasil yang memuaskan. iTunes, sebagai marketplace untuk iPod menjadi fenomena, karena biaya penyimpanan untuk sebuah lagu mp3, baik di-download seribu kali atau sepuluh kali adalah sama.

Beragamnya content diperlukan dalam membangun 3G yang kultural (Docomo, sebagai contoh memiliki lebih dari 4.000 content; info saya dapat dari acara CommunicAsia bulan Juni yang lalu). Mengapa? Karena kita tidak tahu apa isi hati orang, sehingga salah satu caranya adalah dengan memberikan pilihan sebanyak yang bisa kita lakukan. Hal ini lah yang ditakutkan oleh perusahaan-perusahaan media pada saat ini, karena perusahaan media (seperti televisi, radio dan koran) memiliki kedudukan sebagai filter. Namun di era kelimpahan (akses dan konten) maka pasar akan terpecah menjadi micro niche. Dan search engine sebagai filter di era kelimpahan ini adalah publik (seperti Komunitas Pro-Am). Web blogs, rekomendasi (seperti di Amazon.com), URL links (macam del.icio.us), digital social networking (seperti Dodgeball), community journalism (seperti Oh! My News, digg) adalah kunci dari era ini. Filter informasi yang dulunya dimonopoli oleh perusahaan media raksasa saat ini telah beralih tangan. Inilah The Long Tail dalam dunia media informasi.

Nah, dengan layanan 3G yang berkualitas, dimana akses nirkabel sudah ubiquitous dan content sudah berlimpah, maka terbukalah kotak pandora dalam industri media ini. Bagaimana cara operator 3G bisa berhasil dalam era ini? Salah satunya, menurut pendapat saya adalah dengan membangun Komunitas Pro-Am (kelompok amatir adalah kelompok orang yang bersedia menjadi pelanggan). Contoh: Joga, yang adalah sebuah situs yang dikembangkan oleh Nike untuk pengguna sepatu Nike dan berhasil menarik 1 juta pendaftar hingga Juli 2006 (Tak Lagi Sekedar Menarik Perhatian, BusinessWeek, 2-9 Agustus, halaman 30-33). Salah satu keuntungan di era kultur berbasis clickstream dapat diamati secara real time. Dengan mengembangkan Komunitas Pro-Am, sesungguhnya operator bisa mendapatkan feedback dari pasar secara cepat dan efisien (untuk kemudian mengambil keuntungan dari informasi feedback ini).

3G hanyalah akses, tanpa ada isi yang menarik minat publik, saya yakin sulit untuk berhasil. Sebagai perbandingan, layanan yang paling sukses dalam dunia nirkabel pada saat ini justru tidak memerlukan 3G sama sekali (misal: M-Banking, ring back tone dan SMS). Oleh karena itu, operator 3G harus mulai sekarang bergaul erat dengan pelanggan, calon pelanggan bahkan dengan orang yang ogah menggunakan layanan nya (sebagaimana saran dalam Blue Ocean Strategy). Dalam argumen nya, Chris Anderson mengatakan bahwa untuk bisa berhasil di dalam ekonomi Long Tail, maka informasi harus tersedia mulai dari main stream hingga micro niche. Saya rasa, ada benarnya juga pendapat itu.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home