Protokol Zion dan G30S PKI
Dikatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat sejarahnya. Namun selama lebih dari 30 tahun, Bangsa Indonesia tidak pernah mendapatkan cerita yang sesungguhnya tentang pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 dan misteri Supersemar. Buku Putih yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak memberikan kepuasan kepada publik dan harapan terakhir sejarah ini yang bertumpu kepada Jend. M. Yusuf pupus sudah dengan kepulangannya kepada Sang Khalik.
Dalam sejarah, dimungkinkan munculnya berbagai versi penulisan peristiwa, tergantung siapa yang menulis dan untuk apa. Sebagai contoh adalah sebuah cerita yang sudah sangat lama berkembang tentang ‘Konspirasi Yahudi Internasional’ untuk menguasai dunia. Diperlukan waktu puluhan tahun untuk pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa dokumen tersebut palsu dan bahwa konspirasi yang dimaksud tidak pernah ada.
Penulisan sejarah yang sebenar-benarnya adalah ditujukan bukan saja untuk mendapatkan cerita yang sesungguhnya, namun juga agar kita dapat mengambil pelajaran darinya. Pak Harto adalah tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa G30S PKI, mencapai puncak kekuasaan, namun melupakan sejarah mengapa ia mencapai puncak kekuasannya, hingga akhirnya ia pun diturunkan dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara ia mendapatkan kekuasannya. Tampaknya Pak Harto tidak belajar dari pengalamannya.
Dalam hal kasus Protokol Zion, dimana diceritakan bahwa sekelompok tetua (elders), yang berkumpul pada tahun 1897 mengeluarkan dokumen protokol dalam rangka upaya untuk menguasai dunia. Dokumen ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Amerika Serikat dan Rusia sebagai dokumen palsu (hasil penjiplakan) yang dibuat oleh Mathieu Golovinsky. Tuan Golovinsky menggunakan tulisan yang terbit lebih dari 40 tahun sebelumnya, ditulis oleh Maurice Joly dengan tujuan untuk menyindir Napoleon III sebagai Sang Pangeran yang kejam dalam buku Machiavelli, Il Principe. Betul, bahwa pada tahun itu, berkumpul sejumlah orang Yahudi, namun dengan tujuan untuk mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi yang saat itu terserak. Banyaknya kalimat yang memiiki pengertian sama dalam buku Tuan Joly dan Tuan Golovinsky memberikan keyakinan bahwa telah terjadi penjiplakan.
Pemerintah Rusia bahkan melakukan tindakan yang terpuji dengan mengumpulkan berbagai ahli sejarah independen untuk melakukan penelitan dan pada akhirnya mengeluarkan sertifikat bahwa dokumen The Protocols of The Learned Elders of Zion adalah palsu. Bayangkan, sebuah pemerintahan berbasis komunis saja bisa melakukan hal tersebut. Seharusnya, negara yang berbasis Pancasila pun dapat melakukannya!
Banyaknya pertanyaan seputar G30S dan Supersemar, seperti: (1) Apakah Bung Karno mengetahui adanya rencana pemberontakan, (2) Penyiksaan para jenderal, benarkah terjadi? (3) Keberadaan dokumen asli Supersemar, (4) Munculnya istilah Orde Baru, dan lainnya, semua ini sangat-sangat perlu untuk dijawab.
Saya bukan ahli sejarah, namun adalah menarik bagaimana Pak Harto mengorbitkan istilah Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama (yang disetarakan dengan penyelewengan dan hal negatif lain), karena istilah ini, sesungguhnya sudah lama dipakai. Dalam lembar Satu Dollar Amerika Serikat, ada kalimat tertulis dalam bahasa Latin: Novus Ordo Seclorum, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris: New Order of the Ages, atau Tatanan Orde Baru…! Saya tidak yakin bahwa Pak Harto begitu saja, from thin air, menggunakan istilah Orde Baru. Adalah suatu hal yang mungkin, bahwa ide ini didapatnya dari orang lain (ingat, bahwa ini hanya dugaan).
Dalam acara metro TV, KickAndy pernah ditayangkan cerita tentang keganasan peristiwa G30S. Dimana pada saat itu, sudah kurang jelas lagi mana musuh mana kawan. Seorang eksekutor bernama Rauf (lihat foto, mengenakan topeng), bahkan bercerita menembak mati pamannya sendiri. Pembunuhan massal sebagaimana kita dengar memang terjadi pada saat itu, namun tidak pernah ada klarifikasi yang jelas hingga detik ini.
Saat ini, kita hanya bisa berharap bahwa Pemerintah Indonesia dapat meluruskan penulisan sejarah G30S PKI agar kita yang ingin menjadi bangsa yang besar, mengetahui kebenaran tentang peristiwa itu. Saya pun yakin, bahwa bila cerita yg sebenarnya sudah dinyatakan, tetap saja ada yang mencoba ‘utak-atik’ fakta, seperti Michael Baigent, Richard Leigh dan Dan Brown.
Tulisan ini ditujukan untuk mengingat dan merenungkan peristiwa G30S PKI.
Dalam sejarah, dimungkinkan munculnya berbagai versi penulisan peristiwa, tergantung siapa yang menulis dan untuk apa. Sebagai contoh adalah sebuah cerita yang sudah sangat lama berkembang tentang ‘Konspirasi Yahudi Internasional’ untuk menguasai dunia. Diperlukan waktu puluhan tahun untuk pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa dokumen tersebut palsu dan bahwa konspirasi yang dimaksud tidak pernah ada.
Penulisan sejarah yang sebenar-benarnya adalah ditujukan bukan saja untuk mendapatkan cerita yang sesungguhnya, namun juga agar kita dapat mengambil pelajaran darinya. Pak Harto adalah tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa G30S PKI, mencapai puncak kekuasaan, namun melupakan sejarah mengapa ia mencapai puncak kekuasannya, hingga akhirnya ia pun diturunkan dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara ia mendapatkan kekuasannya. Tampaknya Pak Harto tidak belajar dari pengalamannya.
Dalam hal kasus Protokol Zion, dimana diceritakan bahwa sekelompok tetua (elders), yang berkumpul pada tahun 1897 mengeluarkan dokumen protokol dalam rangka upaya untuk menguasai dunia. Dokumen ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Amerika Serikat dan Rusia sebagai dokumen palsu (hasil penjiplakan) yang dibuat oleh Mathieu Golovinsky. Tuan Golovinsky menggunakan tulisan yang terbit lebih dari 40 tahun sebelumnya, ditulis oleh Maurice Joly dengan tujuan untuk menyindir Napoleon III sebagai Sang Pangeran yang kejam dalam buku Machiavelli, Il Principe. Betul, bahwa pada tahun itu, berkumpul sejumlah orang Yahudi, namun dengan tujuan untuk mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi yang saat itu terserak. Banyaknya kalimat yang memiiki pengertian sama dalam buku Tuan Joly dan Tuan Golovinsky memberikan keyakinan bahwa telah terjadi penjiplakan.
Pemerintah Rusia bahkan melakukan tindakan yang terpuji dengan mengumpulkan berbagai ahli sejarah independen untuk melakukan penelitan dan pada akhirnya mengeluarkan sertifikat bahwa dokumen The Protocols of The Learned Elders of Zion adalah palsu. Bayangkan, sebuah pemerintahan berbasis komunis saja bisa melakukan hal tersebut. Seharusnya, negara yang berbasis Pancasila pun dapat melakukannya!
Banyaknya pertanyaan seputar G30S dan Supersemar, seperti: (1) Apakah Bung Karno mengetahui adanya rencana pemberontakan, (2) Penyiksaan para jenderal, benarkah terjadi? (3) Keberadaan dokumen asli Supersemar, (4) Munculnya istilah Orde Baru, dan lainnya, semua ini sangat-sangat perlu untuk dijawab.
Saya bukan ahli sejarah, namun adalah menarik bagaimana Pak Harto mengorbitkan istilah Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama (yang disetarakan dengan penyelewengan dan hal negatif lain), karena istilah ini, sesungguhnya sudah lama dipakai. Dalam lembar Satu Dollar Amerika Serikat, ada kalimat tertulis dalam bahasa Latin: Novus Ordo Seclorum, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Inggris: New Order of the Ages, atau Tatanan Orde Baru…! Saya tidak yakin bahwa Pak Harto begitu saja, from thin air, menggunakan istilah Orde Baru. Adalah suatu hal yang mungkin, bahwa ide ini didapatnya dari orang lain (ingat, bahwa ini hanya dugaan).
Dalam acara metro TV, KickAndy pernah ditayangkan cerita tentang keganasan peristiwa G30S. Dimana pada saat itu, sudah kurang jelas lagi mana musuh mana kawan. Seorang eksekutor bernama Rauf (lihat foto, mengenakan topeng), bahkan bercerita menembak mati pamannya sendiri. Pembunuhan massal sebagaimana kita dengar memang terjadi pada saat itu, namun tidak pernah ada klarifikasi yang jelas hingga detik ini.
Saat ini, kita hanya bisa berharap bahwa Pemerintah Indonesia dapat meluruskan penulisan sejarah G30S PKI agar kita yang ingin menjadi bangsa yang besar, mengetahui kebenaran tentang peristiwa itu. Saya pun yakin, bahwa bila cerita yg sebenarnya sudah dinyatakan, tetap saja ada yang mencoba ‘utak-atik’ fakta, seperti Michael Baigent, Richard Leigh dan Dan Brown.
Tulisan ini ditujukan untuk mengingat dan merenungkan peristiwa G30S PKI.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home