equest72 Blog

Monday, February 26, 2007

Vodafone Live!

Ternyata sudah sekitar empat minggu gak sempet ngisi blog.. fiuh. Tetapi, kali ini saya dapat informasi yg lumayan berbobot, tentang Vodafone Live. Saya melihat bahwa untuk mobile content, telah berkembang dua standar: Docomo iMode dan Vodafone Live. Standar iMode telah digunakan di luar Jepang oleh operator lain, sama seperti Vodafone Live, telah digunakan di luar negara asalnya, Inggris. Vodafone Live, berawal dari pembelian J-Phone, salah satu operator di Jepang yang membuat mobile content, yang diberi nama J-Sky. Vodafone kemudian membeli perusahaan ini, memperbaiki sistim J-Sky dan memberi nama baru Vodafone Live dan diluncurkan pada tahun 2002. Vodafone mengklaim sebagai komunitas wireless terbesar di dunia dengan jumlah pelanggan hingga sekitar 200 juta orang. Cara yang dilakukan Vodafone cukup konvensional: membeli sebagian atau seluruh saham sebuah operator (perhitungan jumlah pelanggan di atas sudah menggunakan proporsi kepemilikan saham Vodafone dalam tiap perusahaan yang masuk porto folionya).

Perbedaan utama antara iMode dan Vodafone Live adalah pada browser yang digunakan. iMode menggunakan browser khusus dan menggunakan standar programming yang disebut compact HTML (cHTML) sedangkan Vodafone Live menggunakan browser standar WAP 2.0 dan programming xHTML, yang berbasis XML.

Kebetulan, salah satu rekan saya (a French guy) adalah salah satu orang yang ikut mengembangkan Vodafone Live dan dia cerita tentang bagaimana cara kerja Vodafone Live. Tentu saja, karena beberapa informasi yang dia sampaikan masuk kategori corporate secrecy, makanya di sini tidak akan disebutkan nama merek dari sistim yang digunakan. Yang saya ingin paparkan adalah ide dari Vodafone Live. Untuk iMode, saya tidak punya informasi apa pun. Tujuan dari Vodafone Live adalah menyederhanakan tampilan. Untuk itu, Vodafone Live menggunakan tampilan grafikal, sebagai lawan dari teks yang biasanya ada di dalam tampilan WAP. Dengan satu klik dari handset, maka User Agent Profile (UAProf) yang ada di dalam handset akan mengirimkan informasi tentang kemampuan handset, misal berapa pixel ukuran layar.

Setelah mengetahui ukuran pixel ini, maka ukuran image yang akan dikirim ke handset disesuaikan oleh Rendering Engine, sehingga nanti tidak terlalu besar atau pun terlalu kecil. Demikian juga dengan ukuran font-nya. Dalam Vodafone Live ada banyak komponen, sehingga yang ada di dalam diagram adalah over simplify.

3PI adalah Third Party Interface, yaitu hubungan dan interoperabilitas dengan Content Provider. Vodafone menentukan bahwa CP yang content nya hendak digunakan dalam Vodafone Live harus menggunakan Voda Markup Languange (VodaML). Kemudian content akan dibagi menjadi dua: text dan image. Text akan masuk ke Portal menggunakan PortalML sedangkan image akan langsung ke Rendering Engine untuk disesuaikan dengan profil dari handset.

Di dalam Rendering Engine, semua komponen (text dan image) akan disatukan kembali menjadi multipart, yaitu gabungan (atau komposit) dari berbagai format (biasanya text, image dan sound) yang siap untuk dikirimkan dalam format wireless. Saya juga engga tau apakah multipart ini dikirimkan dalam bentuk teks atau biner, si bule engga cerita.. hehe. Intinya, seperti inilah cara kerja Vodafone Live.

Bagian lain adalah Routing Function, yang bertugas untuk melakukan fungsi ruting (ehem). Untuk kasus SMS content, ini seperti komunikasi dari handset ke shortcode (ESME) tertentu. Misal shortcode 6288, digunakan secara eksklusif oleh sebuah CP, maka setiap seorang pelanggan mengirim SMS ke 6288 maka akan di ruting ke CP yang dimaksud. Namun, bila shortcode ini digunakan secara bersamaan oleh beberapa CP, maka keyword di dalamnya menjadi kunci untuk ruting. Intinya seperti itu lah. Jadi, fungsi ini adalah untuk mengirimkan content dari CP ke pelanggan. Selain itu, ada fungsi tambahan yaitu untuk memicu charging dan subscription. Misal ada pelanggan yang masa langganan nya sudah kadaluarsa, maka saat orang tersebut berusaha meminta content (atau sebaliknya, CP yang melakukan content push), maka akan ditolak oleh si Routing Function.

Karena rumitnya Vodafone Live, sampai muncul sebuah perusahaan, Tribaltext untuk membantu CP supaya bisa ikut masuk ke dalam jaringan Vodafone Live.

Saya percaya bahwa di masa depan, content bukan lagi menjadi value added service, tetapi menjadi main service. Bayangkan bila ada operator Wimax (yang lelang lisensinya ditunda oleh regulator) dengan lebar pita 15 Mhz… akan sangat sayang bila hanya dipakai untuk voice (dan bersaing murah-murahan). Dengan OFDM dalam Wimax, lebar pita ini sama dengan 3 FA (Frequency Allocation) dan sangat cukup untuk content delivery. Sebagai perbandingan, tiga operator 3G di Jepang, masing-masing mendapat lebar pita sebesar 20 Mhz. Dan terbukti cukup untuk wireless content delivery.

Saat CommunicAsia yang lalu, saya sempat berbicara dengan salah satu stand guide di booth NTT Docomo, dia menginformasikan bahwa saat ini adalah lebih dari 4.000 Content Provider di dalam layanan Docomo. Berhubung waktu itu tidak ada Vodafone, jadi saya tidak tahu berapa besar jumlah CP dalam Vodafone Live.. tapi, melihat situs Vodafone, pasti banyak. Ini adalah (menurut pendapat saya) bentuk riil dari The Long Tail dalam mobile service. Juga, saya berpendapat bahwa perusahaan seperti Docomo dan Vodafone bukan lagi semata operator, mereka sudah menjadi media company.

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home